TOP NEWS

Majalah ALMUNAWWIR terbit tiga bulanan sebagai media pemberdayaan dan pengembangan potensi intelektualitas dan kreatifitas civitas akademika Ponpes Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta dalam bidang jurnalistik.

KIAI PENYUSUN KAMUS AL-MUNAWWIR ITU TUTUP USIA


Kamis pagi (18/4), simbah KH Ahmad Warsun Munawwir mengembuskan napas terakhirnya, memungkasi episode kehidupan beliau di alam dunia untuk berpindah ke alam selanjutnya. Penyusun kamus Bahasa Arab -Indonesia “Al-Munawwir” yang legendaris itu berpulang pada usia 79 tahun, tepatnya pada Kamis Pahing, 7 Jumadil Akhir 1434 H/18 April 2013 M. 

Kiai yang lahir pada Jum’at Pon 20 Sya’ban 1353 H/30 Nopember 1934 itu wafat tepat 3 hari sebelum peringatan haul ke-74 ayahanda beliau, KH. M. Moenawwir, yang diadakan Ahad, 21 April 2013, yang sekaligus menjadi momen khataman Al-Quran santri-santri putri asuhan beliau (Komplek Q Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak). 

Salah satu karya beliau yang banyak dikenal oleh khalayak ramai, terutama kaum santri, adalah Kamus Bahasa Arab-Indonesia ALMUNAWWIR setebal 1600-an halaman. Beliau menyusun kamus ini mulai tahun 1958, dalam usia 24 tahun. Dalam masa 5 tahun dan di bawah tashih guru sekaligus kakak iparnya, KH Ali Maksum, karya tersebut bisa diselesaikan. 

~

Sejak pagi hingga sore silih berganti para kerabat, alumni, santri, maupun tokoh-tokoh masyarakat berta’ziyah ke kediaman beliau untuk menshalati, melantunkan ayat suci, atau sekedar menyampaikan ungkapan belasungkawa. 

Ba’da Ashar, sekitar pukul 15.30 WIB, acara pelepasan jenazah dimulai. Mulai dari halaman ndalem almarhum, jalan KH Ali Maksum, hingga Masjid Pondok Pesantren Al-Munawwir sudah penuh oleh para muazziyin dan muazziyat. Sambutan atas nama keluarga disampaikan oleh KH Fairuzi Afiq. Almarhum KH Warsun tidak terlihat mengidap penyakit yang berat, ungkap beliau. Bahkan subuh hari itu beliau masih sempat membangunkan santri yang piket di ndalem untuk shalat dan beliau nampak sehat-sehat saja. 

Namun kondisi beliau menurun drastis ba’da shubuh, sehingga beliau sempat di bawa ke rumah sakit. Namun Allah berkehendak, beliau menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju rumah sakit. KH Fairuzi mewakili keluarga juga mengundang para muazziyin-muazziyat untuk menghadiri rangkaian acara tahlil selama tujuh malam ke depan yang digelar selepas Isya di kediaman almarhum KH Ahmad Warsun Munawwir. 

Atas nama masyarakat, KH Malik Madani selaku Katib ‘Aam PBNU menyampaikan ungkapan belasungkawanya. Almarhum Kiai Warsun, kata beliau, merupakan kader Nahdlatul Ulama yang sangat berjasa, beliau aktif sejak muda, mulai dari IPNU, Ansor, hingga kini tercatat sebagai dewan Mustasyar PBNU. Sehingga keluarga besar warga Nahdliyyin menghaturkan rasa terima kasih kepada almarhum dan keluarga beliau atas khidmat yang telah dibaktikan selama ini. 

KH Malik Madani juga berharap agar perjuangan almarhum bisa terus dijaga dan dilanjutkan oleh penerusnya. Almarhum Kiai Warsun bukan milik ibu nyai, bukan milik putra-putrinya, bukan milik para santri, bukan milik masyarakat ataupun warga nahdliyyin, beliau sejatinya adalah milik Allah sehingga kita harus rela bila Allah mengambil kembali milik-Nya, demikian KH Malik sampaikan. 

Beliau juga mengingatkan suatu maqalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib; “Orang berharta bila mati, maka ia benar-benar mati. Namun bila orang berilmu yang telah pergi, maka ia akan langgeng, meski jasadnya hancur berkalang tanah, tapi kepribadiannya di dalam hati kita tetap hidup.” 

Sambutan terakhir disampaikan oleh KH Asyhari Abta (Rois Syuriyah PWNU DIY). Beliau menyampaikan bahwa kaum muslimin sedang mengalami kehilangan yang besar atas kepergian almarhum Kiai Warsun. Meninggalnya orang awam seribu tidak lebih berat bagi Allah daripada meninggalnyaa satu orang alim, ungkap beliau. 

Selanjutnya kakak almarhum, KH Zainal Abidin Munawwir, memimpin doa bagi almarhum. Kemudian KH Mustofa Bisri –akrab disapa Gus Mus- juga didaulat memimpin doa. Cucuran air mata haru tak terbendung oleh para penta’ziyah saat mengamini doa Mbah Kiai Zainal maupun Gus Mus yang menghujam jiwa. Suasana yang sedemikian haru mencerminkan kehilangan mendalam di hati para pecinta almarhum Kiai Warsun.

Setelah pelepasan, sekitar pukul 16.40 WIB, jenazah almarhum diusung dengan keranda menuju Masjid Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak dengan pekik tahlil untuk dishalatkan, diimami oleh KH Mustofa Bisri. Nampak jenazah beliau mengalir di atas sungai manusia yang riuh rendah bersahut-sahutan melafalkan syahadatain menuju pemakaman Dongkelan, Senggotan, sekitar 2 km dari pesantren. Nampak pula kerumunan santri dan warga di kanan-kiri jalanan Krapyak, melepas kepergian guru mereka dengan isakan tangis duka. 

Cuaca langit Yogyakarta yang sedari pagi mendung tanpa hujan, mulai merintikkan gerimis saat prosesi pemakaman almarhum Kiai Warsun dilaksanakan. Dan mulai benar-benar hujan selepas jasad beliau dikebumikan, membasahi tanah pekuburan Dongkelan, tempat beristirahatnya almarhum KH Ahmad Warsun Munawwir bersama keluarga besar Bani Munawwir, dan tentunya berkumpul bersama ayah beliau, simbah KH. Muhammad Munawwir bin Abdullah Rosyad al-Muqri. [ZQ]

0 komentar: